Weekly Journal yang Mellow


Ga tau mau berapa kali bahas ini, semoga aku bisa ingat seterusnya sehingga tak perlu diuji dengan hal yang sama berulang kali. Jadi ya, postingan kali ini lagi-lagi menjadi top issue pekan ini. Setelah pekan lalu tersentimental, sekarang pun masih sama kena mental lagi. Bahkan 'subjek'nya juga masih belio, saudara-saudara. Ya Allah. Ga main-main deh hubungan pernikahan itu.
Apalagi untuk seorang pengidap syndrom nethink, yang gampang banget kehasut setan. Astaghfirullah wa atuubu ilaihi. Masa iya muntab terus tiap hari? ckck. 

Oke, jadi mari kita ingat kembali sebuah piramida yang jelas terjadi di kehidupan rumah tangga. Suami atau istri yang berada di kedua sisinya, apabila tidak mendekat pada kerucut, pasti jarak antar mereka akan menjauh. Yang berada di erucut tentu saja cinta pertama kita, yang harusnya bila benar cinta, akan berusaha memberikan yang terbaik untukNya dan menjauhi segala hal yang tidak disukaiNya. Benar, kan?

Emang ada orang jatuh cinta tapi pikirannya melalang buana? Ga ada! Pasti yang dipikirinnya itu sesuatu atau seseorang yang dia cintai. Lalu bagaimana bisa cinta kalau tidak kenal? Okelah kalau sudah kenal, tapi kamu yakin bisa cinta tanpa menemukan kebaikan-kebaikan yang membuatmu tersentuh? 

Itu semua bisa kita peroleh dari tadabbur al Quran. Iya bener. Meski sekedar baca terjemahan saja, it's okay, selama membacanya hati ditundukkan. Ingat ayat pertama surah al Baqarah, alif laam miim. 3 huruf yang hanya Allah yang tahu maknanya. It means, kita diharapkan merendahkan diri pada Allah. Kita ga tau apapun dan hanya tahu bahwa Allah satu-satunya Tuhan tempat bergantung. Dengan cara itulah kita bisa mencintaiNya.

Hm. Kalau diingat-ingat lagi kejadian pekan ini, aku memang berjarak pada Allah. Entah terlena oleh harta atau pekerjaan, yang jelas aku jadi sulit khusyuk dalam shalat. Waktu shalat tiba pun masih suka dicuekin, pas azan ga berdoa. Wudhu juga sambil mikirin macam-macam. Shalat apalagi. Itu kapan mikirin Allah sebagai most of priority? #patahhati

Makanya aku legowo sekarang. Aku terima ujian ini sebagai langkahku untuk kembali memikirkanNya selalu. Bukan dunia, bukan keluarga apalagi harta. 

Tapi aku punya satu halangan lagi. Anakku, Ahnaf, 2 hari ini perasaannya buruk. Mellow yang ga bisa buka tutup botol aja mewek. Yang ketinggalan makan bareng aja ngamuk. Sedih sepanjang hari ketika kakeknya balik ke daerah. Aku ikutan terpengaruh dong dengan suasana hati Ahnaf. Entah aku yang memengaruhi atau Ahnaf. 

Mhm. Bukan mitos lagi, apa yang orangtua rasakan terutama ibu,  akan tertransfer juga perasaannya ke anak. ini jadi seperti lingkaran siklus itu ga sih. Yang kalau aku sedih, ahnaf juga edih terus karena aku ihat ahnaf sedih, aku juga jadi tambah sedih, gitu. Parah ya. Ini berarti, aku yang harus memperbaiki sendiri suasana hati biar ahnaf hanya merasakan aura positif dariku.

OKAYDE!

Mari kita menjalani ujian dengan senyum summringah layaknya seorang ppemenang olimpiade dunia sedang mengerjakan soal UN. Ya kan tanpa beban banget. Lalu, apa yang bisa kulakukan saat dicuekin?

1. Nulis catatan tadabbur al Quran
2. Buat bullet journal digital
3. Dengerin ceramah
4. Baca buku karya HAMKA
5. Baca buku genre pengembangan diri
6. Merapikan lemari pakaian

Masih BANYAK! Dan alhamdulillah semuanya bermanfaat insyaallah. Karena aku sudah ngantuk, hati tak terasa ,menyakitkan seperti di awal, kita akhiri ya postingan hari ini. Bila ada yang punya pengalaman sama atau pengen sharing tips ketika dicuekin, wkkw, langsung di kolom komentar aja ya! 

Salam!