Balada Montessori dan Kurikulum Merdeka bagian 2

Kurikulum Merdeka dan Montessori

Okay, sesuai dengan janjiku kemarin, alhamdulillah aku akan melanjutkan pembahasan tentang 'pernikahan dua sejoli' ini. Sesungguhnya mereka adalah satu bagian dari yang lain, Montessori termasuk dalam kurikulum Merdeka karena freedom of limitnya.

Tapiii ada perbedaan besarnya. 

Kalau Montessori itu lebih ketat pada bidang kemasyarakatan, seperti mau pinjam mainan harus dibereskan sendiri, kurikulum Merdeka tidak melarang anak menyimpan mainannya begitu saja. Dengan catatan, bila anak masih membutuhkan permainan tersebut. Hanya ditinggal bentar, besok insyaaAllah lanjut lagi. 

Kontradiksi ga sih menurut kalian? 

Oleh karena itu, aku dan teman-teman guru berpikir keras untuk tetap mengikuti arahan kak Iin, namun juga bisa memenuhi espektasi orangtua yang sengaja memasukkan anaknya ke sekolah kami untuk dapat berperilaku sesuai norma masyarakat. 

Hmm. Kesannya aku menganggap si Merdeka itu beneran bebas ya. Ga ada aturan soal bagaimana hidup di tengah masyarakat. Tapi sebenarnya nggak kok. Mereka juga punya batasan yang dibuat lebih mengedepankan harga diri anak. 

Walah walah.

Rumit juga ya konsep 2 hal ini bila tidak dipelajari mendalam. Aku perlu membaca banyak literatur agar tak salah paham memaknai keduanya.

Oke deh lanjut lagi, seperti apa anak-anak ketika kami menerapkan keduanya?

Untuk anak usia 2-4 tahun, mereka super excited. Kebebasan melakukan apapun, ternyata membawa dampak besar bagi perilaku anak. Mereka jadi jauh lebih tenang. Ga ada yang kasak kusuk berantakin material atau tantrum di tengah permainan.

Yang menarik, banyak dari mereka yang mengambil material life skill. Ini menunjukkan kebutuhan mereka untuk mandiri, memenuhi kebutuhannya sendiri. Selain itu tentu saja bermain kejar-kejaran xD Bukankah memang anak seusia itu perlu di-boost motoriknya, haha. 

Jadi ya, meskipun kami masih canggung, khawatir dengan harapan orangtua, kami sangat senang melihat anak-anak mengenali keinginannya sendiri. Kami yakin apa yang mereka lakukan sendiri itu tanpa arahan sama sekali adalah kebutuhannya untuk memenuhi aspek perkembangan.

Semoga secepatnya kami bisa tahu benang merahnya kedua metode ini, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan sistem baru. 


Oke, Sekian untuk drama di sekolah pekan ini, sampai jumpa lagi, insyaaAllah!