Apa Ini yang Disebut Bad Day?

Subhanallah lah pokoknya. Aku sampai berpikir, jadi ini yang orang-orang sebut 'bad day'? Beruntun seperti ketiban durian runtuh. Dalam artian yang sebenarnya tentu saja. :)

Mulai hari Rabu kemarin, semenjak aku memutuskan untuk bergabung dengan TK yang jaraknya sangat jauh dari rumah orangtua (tempat aku tinggal sekarang), aku terus-terusan diuji oleh Allah. Pertama di waktu pagi, aku berencana bangun sebelum subuh mempersiapkan lauk untuk tinggal sehari di rumah nenek nanti.
Sekolah ini jarak tempuh ke rumah nenek yang kosong cuma 15 menit, jadi aku memutuskan untuk tinggal disana selama hari kerja. Namun, karena waktu tidurku tidak cukup 5 jam, aku malah bangun setelah orang-orang kembali dari masjid. Ya Allah... Sedihnya bukan main. Hajat banyak tapi durasi meminta dan kualitas ibadah masih sama saja. 💔 Shalat sunnah subuh juga ga dapat. Mulai dari sinilah aku ketiban ujian hidup. :) Alhamdulillah 'ala kulli haal.

Tanpa menyentuh makanan sama sekali, aku dan Ahnaf berangkat ke sekolah untuk menerima panggilan ngajar. Sebelum itu, aku harus membawa masuk barang pindahan ke rumah nenek. Lalu ke ATM ambil uang, beli sarapan, tapi ga jadi karena Ahnaf tidak mau makan. Waktu makan dia memang sekitar pukul 9 pagi, sementara aku berniat puasa.

Kupikir ya sudahlah, lagipula ada susu. Nanti setelah Dzuhur saja baru keluar cari makan. Duh, benar-benar pikiran yang mencerminkan kemalasan. -__-

Kalau aku tadi sempat mengandalkan puasa untuk mengurangi jatah makan, sekarang aku harus menerima kenyataan bahwa puasaku batal. 😭  Anak didikku merengek terus pengen bekal temannya, akhirnya aku berpura-pura ingin makan bekal dia. Tahulah kejadian selanjutnya seperti apa. :) Belum tertelan semua makanan enak itu, aku langsung ingat sedang berpuasa HUWAAA. USAHLAH, KUBATALKAN SAJA HUHU.

Tragis yang ketiga, :) merasa lemas, lapar dan disapa sakit perut yang luar biasa di saat toilet sekolah penuh. Oh ya Rabb. Aku ga bisa lagi berpikir apa-apa. Sudah sangat bersyukur saat itu aku masih ingat beristighfar agar hajatku segera terpenuhi.

Dan Allah mengabulkan. Aku meminta agar perutku bisa lebih tenang menghadapi situasi berat seperti ini. :) Kulihat, Ahnaf sudah tertidur diatas keset WC. :) Sebab memeluknya dengan erat, perutku pelan-pelan tenang dan tidak kebelet lagi, alhamdulillah, huhu.

Situasi selanjutnya, aku tak pernah menyangka bakal mengulang posisi ini. Karena sudah terlanjur menggendong Ahnaf yang terlelap, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja di ruang kelas untuk tidur. Pertama, aku sudah merasa tak sanggup lagi bila berjauhan dari toilet. Kedua, Ahnaf sangat menyadari keberadaanku. Kalau kelas yang ribut itu dipakai Ahnaf tidur, sudah 100% dia akan terbangun dan mencariku.

Pilihan satu-satunya: BAB sambil menggendong Ahnaf. :) Ya Rabbanaa. :))

Ga mudah. Sekali lagi, tidak mudah wan-kawan. Perutku tak berhenti melilit. Pupku encer dan setelah keluar dari toilet, seketika aku merasa lemas tak terkira. Ngantuk, lapar, lemas jadi satu. Dan sekolah belum juga berakhir.

Apakah aku akhirnya berhasil makan siang tepat waktu? Jelas ngga. Ohoho. Guru selalu pulang paling akhir. Jadi, kami semua mesti menunggu anak yang belum dijemput orangtuanya.

Selang 2 jam menunggu, akhirnya aku bisa duduk diatas motor bersama Ahnaf. Hujan masih rintik-rintik. Rencananya, aku mau ke rumah orangtua saja biar bisa makan enak dan gratis. HAHAH. Sayang sekali Allah tidak mendukungku.

Di depan mata, aku melihat awan besar menumpahkan isinya dengan deras. Dasarnya takdir, meskipun sudah tahu, aku tetap menembusnya. ☺ Apa ada yang lebih mengkhawatirkan dari perut kosong sejak pagi lalu disapa hujan dan angin kencang? :) Tentu saja ada hohoho. Diatas langit masih ada langit, kan? Terpikir langsung olehku orang-orang fakir miskin yang pasti sama persis kondisiku saat ini. Perut kosong, kedinginan dan entah masalah apa lagi yang mereka bawa. 😭

Ga sampai 1 menit diguyur hujan deras, aku langsung berubah pikiran untuk putar haluan. Terlalu dingin, amboiiiii! Aku khawatir sekali dengan Ahnaf dan perutku. Kuputuskan untuk singgah makan di warung lalu istirahat di rumah nenek.

Sesampainya di rumah nenek, memasukkan semua barang bawaan ke kamar Ummi menjadi urusan nomor 1. Pokoknya sebisa mungkin kurangi urusan keluar kamar. Aku takut soalnya, huhu. Rumah besar yang lama ditinggal kosong, pasti sudah ditempati makhluk lain. Untung sekali yang terbayang adalah masa-masa aku tinggal disini bersama suami, bukan imajinasi syaitan dan hewan melata. 😓